Kita sering mendengar pepatah yang mengatakan “hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali.” Pepatah ini adalah suatu ungkapan kebodohan kita yang tidak mau mengambil hikmah dari kesalahan yang sama, seperti sang keledai yang selalu diidentikkan dengan hewan yang bodoh, "korban manusia"
Alkisah pada suatu hari se-ekor keledai milik seorang petani dipadang berpasir jatuh ke dalam sumur yang cukup dalam. Si petani, sang pemilik keledai galau, apa yang ia harus lakukan untuk menyelamatkan keledainya. Pikir punya pikir, meski berat hati memutuskan bahwa keledai itu sudah tua dan sumur itu juga perlu ditimbun karena berbahaya. Jadi tidak berguna menolong si keledai miliknya. Sang petani kemudian mengajak tetangganya untuk membantu-nya untuk menyekop tanah dan memasukkannya ke dalam sumur.
Sebagai ciptaan Tuhan, si keledai yang sedang didalam sumur punya firasat bahwa ia sedang dalam keadaan bahaya, ia pun berusaha meronta-ronta, minta dipertolongan. Tetapi kemudian, ia menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah dituangkan ke dalam sumur oleh sang pemilik.
Singkat cerita si petani kemudia melihat ke dalam sumur dan ia pun tercengang. Walaupun punggungnya terus ditimpa tanah dan kotoran, si keledai ternyata melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia melihat keledai mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu ia menaiki timbunan tanah. si petani pun terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung keledai, namun si keledai juga terus berusaha menguncangkan badannya untuk melangkah naik. Pada akhirnya sang keledai bisa meloncat dari sumur dan selamat.
Hikmah singkat yang bisa kita petik di balik kisah diatas adalah bahwa kehidupan tak pernah sepi dari permasalahan. Namun tidak sedikit dari kita dalam menyelesaikan permasalahan hidup sering mengambil tindakan-tindakan konyol. Seperti cara yang diambil oleh sang petani diatas yang ingin menguburkan keledai miliknya hidup-hidup.
Kita sering alpa bahwa setiap masalah-masalah adalah satu batu pijakan untuk melangkah ke depan. Kita dapat keluar dari setiap ‘masalah’ yang sangat terdalam sekalipun dengan terus berjuang, tidak putusa asa dan menyerah! Hilangkan hal-hal negatif yang menimpa kita dan gunakan energi positif untuk melangkah kearah yang lebih baik.
Tak ada salahnya, bila kita belajar dari kisah keledai diatas yang sukses keluar dari masalahnya. Allah SWT berfirman; “Rabbana ma khalaqta hadza bathila” Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia. Semoga bermanfaat.
****
Dalam masyarakat Aceh, Keledai disebut dengan Keuleudèe. Keuleudee adalah binatang mirip kuda, jelek, pendek, lambat. Suara keuleudèe juga sangatlah buruk karena melengking, berbeda dengan suara kuda yang meringkik. Keuleudèe hanya bersuara jika lapar dan ingin kawin, mengutip Aceh Networks.
Jeleknya suara keuleudèe, diabadikan dalam Alquran, surat Luqman ayat 19, “Sederhanakanlah dirimu ketika berjalan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Sifat-sifat keuledèe itu banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang memiliki sifat seperti keuleudèe hanya mau bersuara jika ada kepentingan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan perut dan syahwatnya. Setelah keduanya terpenuhi, dia diam seribu bahasa. Baginya urusan perut dan birahi jauh lebih penting. Inilah sebabnya dikatakan seburuk-buruk suara adalah suara keuleudèe.
Menurut Wikipedia, Keledai adalah mamalia dari keluarga Equidae. Merupakan hewan jinak yang digunakan untuk bertransportasi dan kerja lain, seperti menarik kereta kuda maupun membajak ladang. Keledai bisa memiliki anak campuran dengan kuda.
Alkisah pada suatu hari se-ekor keledai milik seorang petani dipadang berpasir jatuh ke dalam sumur yang cukup dalam. Si petani, sang pemilik keledai galau, apa yang ia harus lakukan untuk menyelamatkan keledainya. Pikir punya pikir, meski berat hati memutuskan bahwa keledai itu sudah tua dan sumur itu juga perlu ditimbun karena berbahaya. Jadi tidak berguna menolong si keledai miliknya. Sang petani kemudian mengajak tetangganya untuk membantu-nya untuk menyekop tanah dan memasukkannya ke dalam sumur.
Sebagai ciptaan Tuhan, si keledai yang sedang didalam sumur punya firasat bahwa ia sedang dalam keadaan bahaya, ia pun berusaha meronta-ronta, minta dipertolongan. Tetapi kemudian, ia menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah dituangkan ke dalam sumur oleh sang pemilik.
Singkat cerita si petani kemudia melihat ke dalam sumur dan ia pun tercengang. Walaupun punggungnya terus ditimpa tanah dan kotoran, si keledai ternyata melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia melihat keledai mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu ia menaiki timbunan tanah. si petani pun terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung keledai, namun si keledai juga terus berusaha menguncangkan badannya untuk melangkah naik. Pada akhirnya sang keledai bisa meloncat dari sumur dan selamat.
Hikmah singkat yang bisa kita petik di balik kisah diatas adalah bahwa kehidupan tak pernah sepi dari permasalahan. Namun tidak sedikit dari kita dalam menyelesaikan permasalahan hidup sering mengambil tindakan-tindakan konyol. Seperti cara yang diambil oleh sang petani diatas yang ingin menguburkan keledai miliknya hidup-hidup.
Kita sering alpa bahwa setiap masalah-masalah adalah satu batu pijakan untuk melangkah ke depan. Kita dapat keluar dari setiap ‘masalah’ yang sangat terdalam sekalipun dengan terus berjuang, tidak putusa asa dan menyerah! Hilangkan hal-hal negatif yang menimpa kita dan gunakan energi positif untuk melangkah kearah yang lebih baik.
Tak ada salahnya, bila kita belajar dari kisah keledai diatas yang sukses keluar dari masalahnya. Allah SWT berfirman; “Rabbana ma khalaqta hadza bathila” Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia. Semoga bermanfaat.
****
Dalam masyarakat Aceh, Keledai disebut dengan Keuleudèe. Keuleudee adalah binatang mirip kuda, jelek, pendek, lambat. Suara keuleudèe juga sangatlah buruk karena melengking, berbeda dengan suara kuda yang meringkik. Keuleudèe hanya bersuara jika lapar dan ingin kawin, mengutip Aceh Networks.
Jeleknya suara keuleudèe, diabadikan dalam Alquran, surat Luqman ayat 19, “Sederhanakanlah dirimu ketika berjalan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Sifat-sifat keuledèe itu banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang memiliki sifat seperti keuleudèe hanya mau bersuara jika ada kepentingan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan perut dan syahwatnya. Setelah keduanya terpenuhi, dia diam seribu bahasa. Baginya urusan perut dan birahi jauh lebih penting. Inilah sebabnya dikatakan seburuk-buruk suara adalah suara keuleudèe.
Menurut Wikipedia, Keledai adalah mamalia dari keluarga Equidae. Merupakan hewan jinak yang digunakan untuk bertransportasi dan kerja lain, seperti menarik kereta kuda maupun membajak ladang. Keledai bisa memiliki anak campuran dengan kuda.
Belajar dari Keledai (Keuleudee)
Reviewed by Sumadi Arsyah
on
20:37
Rating:
Reviewed by Sumadi Arsyah
on
20:37
Rating:
